![]() |
Fiqih Mu'amalah |
Substansi Hijrah Dalam Bisnis-Fiqih Mu'amalah Edisi LimaAda beberapa makna hijrah dalam bisnis yaitu : Kita banyak menyaksikan ada pengusaha yang mengalami masa surut dalam bisnisnya, bahkan mengalami kebangkrutan. Dalam kaca mata agama, kebangkrutan dalam berbisnis adalah salah-satu bentuk cobaan dalam hidup, yang bahkan terkadang rasanya sangat berat dan menyedihkan. Tetapi Allah Yang Maha Kasih dan Sayang memberikan petunjuk dalam QS. An-Nahl: 110:
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah
menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah
itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Juga firman Allah yaitu:
“Tetapi (ikutlah Allah), Allah-lah pelindungmu, dan Dia-lah sebaik-baik
penolong.” (QS. Ali Imran: 150).
Dari ayat di atas, dapat ditarik pelajaran berharga bahwa jika seseorang
mengalami kegagalan dalam hidup dan cita-cita-nya menemui jalan buntu maka
sebaiknya mereka melakukan hijrah. Dengan hijrah, mereka akan menemukan suasana
baru, harapan-harapan baru, dan Allah SWT telah menjanjikan akan membukakan
bumi Allah yang luas kepada orang-orang yang berhijrah demi mencari ridla Allah
SWT.
Demikian juga, hal itu berlaku dalam dunia bisnis. Jika seseorang pengusaha
sejati mengalami kerugian, kegagalan, bahkan jalan buntu tak tahu apa yang akan
diperbuat lagi, maka mereka perlu melakukan hijrah atau berpindah tempat dan
pikiran. Di tempat yang baru dan pikiran yang baru, mereka bisa merancang
rencana-rencana baru, di mana Allah SWT menjanjikan akan memberi kemudahan dengan
membukakan bumi yang luas.
Dengan berhijrah mereka akan dapat melakukan dua hal yang dapat membebaskan
dirinya dari penderitaan, yaitu:
1. Mereka dapat memutus rangkaian (kenangan) masa lalu yang berisi
kegagalan-kegagalan hidup, kepahitan, ujian dan cobaan, bahkan penderitaan
hidup yang sulit ditanggungkan.
2. Dengan pertolongan dan petunjuk (hidayah) Allah mereka dapat memulai usaha
baru.
Setiap kegagalan dalam suatu pekerjaan pada dasarnya adalah satu “kejadian”
saja, dan seseorang masih mempunyai peluang yang banyak sekali di hadapannya.
Allah telah menjanjikan dengan hijrah Allah akan memberikan jalan-jalan rizki
baru.
Ada beberapa sebab jika seseorang mengalami kebuntuan rizki di satu tempat di
mana ia tinggal, dan pada saat itulah ia sangat perlu melakukan hijrah.
Pertama, konteks sosial di mana ia hidup selama itu tidak mendukung kepada
kemajuan bahkan dalam beberapa kasus yang terjadi di masyarakat, cenderung
menghambat.
Hal itu bisa saja terdiri dari sistem sosialnya yang tidak mendukung ke arah
kemajuan itu, ditambah dengan dengan orang-orang yang hidup di lingkungan itu
tidak mendukung.
Dengan kondisi yang demikian, maka semua potensi dan kemampuan yang dimilikinya
tak bisa menghasilkan kreatifitas.
Jika seseorang itu hanyut ke dalamnya, maka potensi yang dimilikinya menjadi
mati.
Kedua, ada harapan yang lebih baik jika seseorang itu melakukan pindah tempat.
Tidak hanya dari segi rizki tetapi juga dari jiwa mereka dan kualitas hidup
mereka
Firman Allah SWT yaitu:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi
ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 100).
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya
Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala
akherat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akherat. Dan Kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 145).
“Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik
di akherat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali
Imran: 148).
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, yang haram
itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat),
yang tidak diketahui oleh banyak manusia.
Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri
untuk agama dan kehormatannya.
Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam
perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang
ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk
menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut.
Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah terlarang.
Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang
haram.
Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi
baik seluruh tubuh, dan jika buruk menjadi buruklah seluruh tubuh.
Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (HR. Bukhari Muslim)
Yang pertama adalah kita harus luruskan dulu niat kita saat akan hijrah ....
Hijrah.....meninggalkan riba dan semua bisnis yang sifatnya haram merupakan
domain akherat, bukan dunia. Sehingga mindset yang seharusnya kita miliki
dengan mengikuti aturan syariat dalam berbisnis adalah ‘kita akan mendapat
pahala dari Allah dan dijauhkan dari api neraka’. Bukan ‘kita akan lebih maju
bisnisnya dan akan lebih besar untungnya’, ini keliru!
Jangan berpikir bahwa dengan hijrah dan mengikuti pola bisnis islami itu akan
menguntungkan bisnis kita, akan memperbesar bisnis kita, akan mendatangkan uang
dari mana saja, seakan-akan setelah mengikuti aturan ekonomi syariah urusan
dunia mesti dimudahkan.
Tidak demikian, karena sekali lagi ‘halal haram itu domain akherat’.
Boleh saja kita bicara bahwa mungkin dengan mengikuti aturan syariat, Allah
akan permudah urusan kita, termasuk urusan bisnis sehingga salah satunya bisnis
kita semakin membesar.
Akan berbahaya jika kita pelihara pola pikir seperti ini.
Karena jika kita sukses karenanya, kita benarkan syariat islam.
Namun ketika sebaliknya, kita justru akan meninggalkan islam lebih jauh lagi.
Betapa banyak faktanya orang-orang yang meninggalkan riba, meninggalkan bisnis
yang haram baik dzat maupun caranya dan ia tetaplah kesulitan dan bahkan
mengalami kebangkrutan?
Betapa banyak pebisnis yang berusaha mengikuti aturan syariat dan bisnisnya
stagnan dan banyak menemui kesulitan?
Karena secara logika, syariat islam itu banyak mengekang hal-hal yang tidak
diatur diluar syariat?
Yang dengannya menjadikan seorang pebisnis muslim harus kerja lebih ekstra agar
usahanya berkembang?
Hal sebagaimana firman Allah;
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ
اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ
الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
Di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka
jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia
ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan
di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata (QS. al-Hajj: 11)
Sayangnya kekeliruan pola pikir ini sudah menjalar kepada banyak pebisnis
muslim yang memiliki semangat dan sentimen tinggi terhadap ekonomi islam, namun
salah memahami arti sebenarnya dari konsep ekonomi islam itu sendiri.
Lalu bagaimana sih konsep ekonomi islam itu sendiri?
Kita bikin mudahnya saja, tidak perlu dengan bahasa tinggi ala pengamat
ekonomi.
Ekonomi islam itu meliputi;
1. Jujur
2. Amanah
3. Disiplin
4. Hard Work & Smart Work
5. Berusaha menyenangkan orang lain
6. Profesional
7. Meninggalkan riba
8. Meninggalkan transaksi haram
9. Takut akherat
Mudah bukan?
Tidak juga..
Karena masih banyak di antara kita yang kadang melanggar poin-poin di atas..:grin:
jadi kalau kita mau hijrah..
coba lakukan hal2 yang sederhana itu tadi dulu...
Insya Allah keberkahan akan berdampak pada keberkahan bisnis kita..:innocent:
Setelah niat kita luruskan bahwa kita hijrah krn Allah SWT....
lalu kerjakan hal2 sederhana tadi maka kita Tawaqal kepada Allah, kira serahkan
urusan kita kepada Allah
Bertawakal sepenuhnya kepada Allah dan berikhtiar (berusaha) semaksimal mungkin
adalah satu prinsip hidup utama yang harus dipegang seorang muslim.
Jika mengimani dan meyakini bahwa Allah yang metakdirkan segala sesuatu maka
sudah semestinya bertawakal kepada Allah semata.
Bukan bersandar pada diri sendiri, bersandar pada usaha yang lakukan atau
bersandar pada makhluk lainnya yang sama-sama lemah.
Seorang muslim yang benar-benar bertawakal kepada Allah maka hidupnya akan
tenang.
Dia yakin Allah pasti akan menolong dan memberinya jalan keluar atas segala
urusan yang dia hadapi. Allah ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ
قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath
Thalaq: 3)
Orang yang bertawakal sepenuhnya kepada Allah tidak akan kecewa.
Sebaliknya, orang yang bersandar pada kemampuan dirinya sendiri atau bersandar
pada makhluk yang lainnya maka bisa jadi ia akan selalu menghadapi kekecewaan
karena mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya pasti Allah akan
mencukupi rezekinya.
Tetapi tentu perlu diiringi ikhtiar sebagaimana Allah perintahkan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ
لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya pasti Allah akan
memberi kalian rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Keluar diwaktu pagi
dalam keadaan lapar kemudian pulang dalam kondisi kenyang.” (HR. Tirmidzi no.
2344.)
Orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah menunjukkan kuatnya imannya pada
Allah.
Dia benar-benar mengimani dan meyakini qudrah (kemampuan) Allah atas segala
sesuatu. D
Dia juga yakin akan janji Allah untuk menolong hamba-hambaNya.
Tawakal adalah bagian atau tingkatan keimanan yang sangat agung.
Bahkan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang masyhur, tawakal adalah
salah satu sifat orang yang masuk surga tanpa hisab tanpa adzab.
Rasulullah bersabda saat mensifati 70 ribu dari umatnya yang akan masuk surga
tanpa hisab tanpa adzab, “Mereka itu adalah orang-orang yang tidak minta
diruqyah, tidak minta dikai (diobati dengan besi panas), tidak bertathoyyur
(merasa sial), dan hanya kepada Tuhanya bertawakal.” (HR. Bukhari no. 5705 dan
Muslim no. 220)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Masuk Surga
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.